Selamat Datang Di Gubug Kami

Jumat, 14 Desember 2012

Kontroversi Shalat Qadla


I.     Pendahuluan
Shalat ada’ adalah shalat yang dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan shalat qadla adalah shalat yang tidak dikerjakan pada waktu-waktu shalat yang telah ditentukan.
Diceritakan dari sebagian sahabat ketika dia sedang tertidur sehingga menghabiskan waktu shalat, bahwa Rasulullah Saw bersabda:[1]
أنه ليْسَ فِى النَّوم تَفْرِيطٌ. إنَّما التَّفريطُ فى اليَقَظَةِ. فَإذَا نَسِيَ أحدُكُمْ صلاةً او نَامَ عنْها فَلْيصَلِّهَا إذَا ذَكرَها.
Artinya : ”Sesungguhnya dalam tidur itu tidak ada kesalahan/ kecerobohan, kecerobohan hanya ada dalam keadaan sadar (tidak tertidur). Jika salah satu dari kalian lupa tidak mengerjakan shalat atau tidur sehingga meningalkan shalat, maka kerjakanlah shalat jika telah mengingatnya”.  
Shalat fardlu yang tidak dilaksanakan pada waktunya baik karena ketiduran atau lupa, maka harus diganti pada waktu yang lain segera setelah dia ingat. Kecuali bagi wanita haid dan nifas (keluar darah setelah melahirkan). Berdasarkan hadits shahih:[2]
مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
Artinya: ”Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka hendaknya ia melakukan shalat setelah ingat dan tidak ada kafarat (pengganti) selain itu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
II.     Qadla Shalat Yang Tidak Sengaja Ditinggal
Berdasarkan hadits-hadits yang yang mengandung perintah qadla itu, mayoritas (jumhur) ulama fiqh dari keempat madzhab termasuk juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim sepakat bahwa:[3]
a.         Hukum mengqadla shalat adalah wajib bagi orang yang tidak sengaja meninggalkan.
b.         Sangat dianjurkan memohon ampun pada Allah (istighfar), bertaubat dan memperbanyak shalat sunnah.

III.     Qadha Shalat Yang Sengaja Ditinggal
Ulama berbeda pendapat dalam  kasus orang yang tidak shalat secara sengaja berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Pendapat pertama: tidak wajib qadla shalat yang sengaja ditinggal, tapi diharuskan bertaubat nasuha dan banyak melakukan shalat sunah apabila memungkinkan. berdasarkan hadits:
أَوّلُ ما يُحاسَبُ بهِ العبْدُ يومَ القِيامةِ صلاتُه فإِنْ كَانَ أَتَمَّهَا كُتِبَت لهُ تَامَّة و إِنْ لم يَكنْ أَتَمَّها قال الله لمِلائكَتِه : انْظُرُوا هَل تَجِدُون لِعَبْدي مِن تَطَوُّعٍ فتَكمِلون بِهَا فريضَتَهُ ؟ ثم الزَّكاةُ كذلِك ثمَّ تُؤخَذُ الأعْمالُ عَلى حَسْبِ ذَلك.
Artinya: ”Perbuatan yang pertama dihisab (dihitung untuk diminta pertanggungjawaban) pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya seseorang telah sempurna, maka ditulis sempurna. Apabila tidak, maka Allah akan berkata pada Malaikat: "Lihatlah apakah dia melakukan shalat sunnah yang dapat menyempurnakan kekurangan shalat fardlunya?."
Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibn al-Qayyim dan madzhab Dzohiriyyah. Ibnu Hazm mengatakan, bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat sehingga keluar waktu, maka dia tidak akan mampu menggantinya selamanya, maka hendaknya dia memperbanyak berbuat baik yaitu shalat sunnah, dan mohon ampun pada Allah[4]. Di samping dalil ini dianggap lemah -karena ungkapan penggalan hadits ”Apabila shalatnya tidak sempurna, maka Allah akan berkata pada Malaikat; Lihatlah apakah dia melakukan shalat sunnah yang dapat menyempurnakan kekurangan shalat fardluny?” tidak jelas membuktikan ketidaksempurnaan karena meninggalkan shalat- hadits ini juga terbantahkan dengan adanya ijma’ ulama empat madzhab (Maliki, Syafi’i, Hanafi dan Hambali) dan beberapa hadits yang menjelaskan tentang perintah mengqadla shalat. Bahkan dalam hadits lain riwayat Aisyah[5] yang seringkali dijadikan hujjah untuk pendapat ini ternyata dipotong sehinga menimbulkan asumsi yang seakan mendukung pendapat tidak diwajibkannya qadla, bila dipahami secara utuh hadits tersebut hanya mengarah pada kasus perempuan yang haid.
Pendapat kedua: wajib qadla shalat yang ditinggal bertahun-tahun. Pendapat ini berdasarkan pada hadits shahih riwayat Bukhari Muslim (muttafaq alaih) di bawah ini,dan didukung beberapa hadits lain.[6]
إذا نسِيَ أحدٌ صلاةً أو نام عنها فلْيَقضِها إذا ذكَرها
Artinya: ”Apabila seseorang tidak shalat karena lupa atau tertidur, maka hendaknya dia mengqadla ketika ingat.”
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam memaknai hadits ini berkata[7]; ”Kewajiban mengqadha shalat atas orang yang sengaja meninggalkannya itu lebih utama karena hal itu termasuk sasaran khithab (perintah) dan dia harus melakukannya”.
Adapun cara meng-qadla yang ditinggal begitu lama ada beberapa cara:
1.    Menurut madzhab Maliki, cara mengqadla-nya adalah setiap hari mengqadla dua hari shalat yang ditinggal. Dilakukan terus menerus setiap hari sampai yakin qadla-nya sudah selesai.
2.    Menurut Ibnu Qudamah, hendaknya dia mengqadla setiap hari semampunya. Waktunya terserah, boleh siang atau malam. Sampai dia yakin (menurut perkiraan) bahwa semua shalat yang ditinggalkan sudah diganti. Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni berkata:
Wajib mengqadla shalat yang ditinggal secara sengaja dalam waktu lama, berbulan-bulan atau bertahun-tahun, sampai lupa hitungan persisnya. Adapun caranya adalah dengan mengqadla berturut-turut tanpa diselingi shalat sunnah seperti yang pernah dilakukan Nabi saat ketinggalan empat waktu shalat pada perang Khandaq.[8]

IV.     Waktu Meng-Qadla Shalat
Adapun waktu meng-qadla shalat adalah sesegera mungkin saat seseorang ingat. Bahkan orang yang meninggalkan shalatnya tanpa ada udzur tidak diperbolehkan menggunakan waktunya untuk ibadah-ibadah sunah lainnya[9] sebelum dia meng-qadlai shalatnya[10].
Imam Nawawi mengomentari hadits seputar qadla shalat demikian:
Kesimpulan madzhab (atas hadits qadla) adalah apabila tertinggal satu shalat fardhu, maka wajib mengqadla-nya. Apabila tertinggal shalat karena udzur, maka disunahkan mengqadha-nya sesegera mungkin tapi boleh mengakhirkan qadha menurut pendapat yang shahih.
Imam Baghawi dan lainnya menceritakan suatu pendapat: bahwasanya tidak boleh mengakhirkan qadla. Kalau lalainya shalat tanpa udzur, maka wajib mengqadla sesegera mungkin menurut pendapat yang lebih shahih.
Menurut pendapat lain, tidak wajib menyegerakan qadla. Artinya, boleh diakhirkan. Dan apabila meng-qadla beberapa solat fardlu, maka disunahkan mengqadla-nya secara urut. Apabila tidak dilakukan secara berurutan, maka shalatnya tetap sah menurut Imam Syafi'i dan yang sepakat dengannya baik shalat yang tertinggal sedikit atau banyak.[11]

V.     Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja selama berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun atau bahkan sampai lupa hitungan persisnya, maka dia wajib; (a) bertaubat; (b) meng-qadla seluruh shalat yang ditinggal setiap hari semampunya sampai selesai; dan (c) dianjurkan memperbanyak shalat sunah untuk mengganti kekurangan atau untuk menyempurnakan shalatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asqalani, Ibnu Hajar Al, Fath al-Baari,  Al-Maktabah Al-Syamilah.
Bantani, Muhammad Nawawi Al-, Syarh al-Riyadl al-Badi’ah, Surabaya: Al-Hidayah. TT.
Bantani, Muhammad Nawawi Al-, Nihayah al-Zain,  Surabaya: Haramain. TT.
Dimyathi, Sayyid Abi Bakr Al-, Hasyiyah I’anah al-Thalibin,  Surabaya: Al-Hidayah. TT.
Malaibari. Zainudin Al-, Fath al-Mu’in,  Surabaya: Al-Hidayah. TT.
Maliki Al-Makki, Al-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-, Mafahim Yajibu An Tushahhaha. Mekkah: Maktabah Li al-Imam al-‘Allamah al-Sayyid Muhammad ’Alawi al-Maliki al-Hasani. TT.
Nawawi, Yahya ibn Syaraf Al-, Syarh al-Nawawi Ala Muslim, Beirut: Dar al-Fikr. TT.
Syarbashi, Dr. Ahmad Al-, Yasalunaka Fi al-Din Wa al-Hayat, Beirut: Dar al-Jail. TT.
Qulyubi, Syihabuddin Ahmad dan al-Birlisiy Al-, Syihabuddin Ahmad,  Hasyiyatani Qulyubi wa Umairah, Surabaya: Haramain. TT.
http://www.alkhoirot.net
http://menaraislam.com
http://www.inpasonline.com                                   
http://www.yasaloonak.net
Team Kang Santri’09,  Kang Santri Menyingkap Problematika Umat, Kediri: Sumenang. 2009.
Tim Pembukuan 2011,  Jendela Madzhab, Kediri: Lirboyo Press. 2011.




[1] Dalam hadits lain juga dijelaskan:
يقول الرسول صلى الله عليه وسلم : إِذَا رَقَدَ أحدُكُم عَن الصَّلاةِ اَوْ غَفَلَ عَنْهَا. فَلْيُصَلِّها إذَا ذَكَرَهَا. فإنَّ  الله عز وجلّ يقول: أَقِم الصلاةَ لِذِكْرِى.
Artinya: ”Rasulullah Saw bersabda: Jika salah satu dari kalian tidur meninggalakan shalat atau lupa telah mengerjakannya, maka kerjakanlah ketika telah mengingatnya. Karena Allah Swt berfirman: Dirikanlah shalat untuk mengingatku.”lihat  Dr. Ahmad Al-Syarbashi, Yasalunaka fi al-din wa al-hayat (Beirut: Dar al-jail), juz 1, th. h.49. lihat juga: http://www.ejabh.com diakses 09 November 08.00 WIB.

[2] Di hadits lain (lihat Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Baari, Juz 2, al-Maktabah al-Syamilah) Nabi bersabda:
إذا نسِيَ أحدٌ صلاةً أو نام عنها فلْيَقضِها إذا ذكَرها
Artinya: ”Apabila seseorang tidak shalat karena lupa atau tertidur, maka hendaknya dia mengqadla ketika ingat.”
Hadits ini dikuatakan juga dengan hadits shahih riwayat Bukhari Muslim (muttafaq alaih) meskipun dengan redaksi universal,
 فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقضى
Artinya: ”Hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.”

[3] Ibn al-Qoyyim al-Jauzi, al-Shalat, al-Maktabah al-Syamilah.

[4] Syihabuddin Ahmad al-Qulyubi dan Syihabuddin Ahmad al-Birlisiy, Hasyatani Qulyubi wa Umairah, th. juz 2, h. 235-244.

[5] Aisyah pernah berkata: “kami diperintahkan untuk mengqadla puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadla shalat” lihat hadits lengkapnya di Imama Abu al-Husain Muslim, Shohih Muslim,  juz 1, al-Maktabah al-Syamilah,

[6] Dalam Al-Fiqh ala madzahibil ‘Arba’ah ulama empat madzhab sepakat bahwa barangsiapa ketinggalan shalat fardlu maka ia wajib menggantinya/menqadlanya. Baik shalat itu ditinggalkan dengan sengaja, lupa, tidak tahu maupun  karena ketiduran.

[7] Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Baari, Juz 2, al-Maktabah al-Syamilah

[8] http://www.alkhoirot.net. 04 Oktober 06.35 WIB. Lihat juga http://www.mktaba.org/ diakses 02 Oktober 22.35 WIB.

[9] Kalau misalnya tidak melakukan shalat subuh kemudian ingat pada saat shalat zhuhur, maka ia harus mendahulukan shalat qadla-nya, yakni shalat Subuh, baru kemudian shalat zhuhur. Kecuali apabila waktu shalat zhuhurnya sangat sempit sehingga kalau mendahulukan qadla maka zhuhurnya akan ketinggalan, maka dalam kasus seperti ini shalat zhuhur didahulukan.
[10] Muhammad Nawawi al-Bantani, Syarh al-Riyadl al-Badi’ah (Surabaya: Al-Hidayah), th. h. 31.
[11] Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, Syarh an-Nawawi Ala Muslim, t.th. h. 308


Silahkan dirujuk kitab aslinya!

0 komentar:

Posting Komentar

Monggo komentar disini ^_^

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More